SELAMAT DATANG DI BLOG SMAN 1 TANJUNG PALAS UTARA

Materi Umum

Selamat datang di Blog SMAN 1 Tanjung palas utara

Jumat, 16 September 2011

Wajah Pendidikan Indonesia



Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
~ UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Untuk menuliskan judul diatas, sebenarnya saya merasa sangat geli. Ya, sangat geli terhadap apa-apa yang ada dalam pikiran saya ketika saya menuliskan judul tersebut. Well, tapi lupakan tentang apa-apa yang saya pikirkan, khawatir Anda pun membayangkan apa yang saya bayangkan. Haha.
Di sini, saya mau sedikit membahas tentang dunia pendidikan di Indonesia yang sudah menjadi barang komoditi dan sudah tak layak untuk dijadikan sandaran utama.
Saya sudah beberapa kali menerima email yang berisikan tentang reaksi makhluk-makhluk di dunia maya yang (mungkin) geregetan membaca catatan-catatan saya tentang sekolah. Ada yang (mungkin) kagum, sebel, menilai saya negatif secara sepihak, dan menganggap saya skeptis. Dan bermacam ungkapan lainnya.
Tidak perlu saya jelaskan lebih lanjut sepertinya Anda sudah sering mendengar, menonton dan membaca berita ada anak sekolah yang mati bunuh diri karena tidak lulus ujian nasional. Mendengar berita itu saja sudah bikin muak dengan sistem pendidikan kita. Terdengar skeptis, tapi Anda sepakat bahwa semua ini gara-gara budaya yang menomorsatukan sekolah dan kuliah. Jangan dulu membawa nama agama, karena toh dari dasarnya sudah menomorsatukan sekolah, dan kita tahu bahwa mata pelajaran untuk rohani di sekolah hanyalah sebatas pengetahuan, dan bukan sebagai dasar. Lebih parah lagi yaitu komersialisasi pendidikan yang benar-benar diskriminasi untuk orang yang tidak mampu. Yang lebih nelongso adalah sekolah mahal-mahal, kuliah mahal-mahal, dan bukan hanya materinya saja yang digembosi tapi juga tenaga dan pikiran. Ujung-ujungnya kerja hanya untuk ngejar UMR. Siapa lagi yang harus disalahkan?
Terjebak dalam sistem yang carut-marut. Fakta di atas hanyalah sekelumit dari kisah pilu potret pendidikan di negeri ini.
Semua itu akan berujung pada nilai. Kalau mau lulus syaratnya nilai, kalau mau lanjut ke pendidikan yang lebih tinggi atau melamar kerja harus punya nilai, mau beasiswa harus punya nilai, dan lain-lain. Lalu, mengapa hati, kreatifitas, emosi, budi pekerti, dan lain-lain tidak mendapatkan apresiasi? Jadi, ya wajar saja ketika siswa, guru, dan pihak sekolah ada yang berusaha sekuat tenaga agar siswanya dapat nilai bagus dengan menghalalkan berbagai cara. Kalau murid mendapatkan nilai tidak bagus, guru yang akan jadi kambing hitam. Kalau sudah begini akan meluber pada pembicaraan masalah baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar